Cerita Cinta
Saturday, October 16, 2004
 
Cinta dan Kesetiaan 8 (Indah)
Sepulang dari Bromo itu, perasaanku padanya semakin yakin bahwa dia juga sudah mencintai aku sepenuhnya. Aku tahu bahwa karena kesupelannya, banyak laki-laki yang mendekati Lia. Dan selama ini aku juga tahu bahwa di (sebelum dan sesudah kenal dengan aku) disekitarnya banyak laki-laki yang dekat dengannya, namun tak satupun yang bisa menjadi pacarnya seperti aku. Sungguh aku merasa beruntung, meski terkadang aku juga merasa cemburu melihat kedekatannya dengan laki-laki yang lain. Meski demikian aku tahu, bahwa hatinya tetap menjadi milikku, dan aku sangat bersyukur untuk itu.

Bahkan di kampuskupun aku dan Lia dikenal sebagai pasangan yang mesra. Bukan karena kemana-mana kami berdua, tetapi kami memang tak pernah terlihat berantem dan selalu mendukung satu sama lainnya. Apalagi tanggapan anggota gank centil yang lain ke aku (aku tahu ini dari Lia), mereka bilang aku ini orangnya sabar, pengertian, perhatian, penyayang dan romantis. Oh ya, ngomong-ngomong masalah romantis, masih ingat tentang puisi pertamaku untuk Lia? pernah suatu saat aku masuk kamar Lia untuk memasukkan barang paketan dari papanya Lia. Aku sangat kaget melihat puisiku itu ditulis ulang oleh Lia, dipigura dan dipasang di tembok kamarnya. Dan dibawah puisi itu ada tulisan namaku. Aku sangat merasa tersanjung dan bahagia melihat hal itu.

Setiap hari kami seperti pasangan yang lain, saling telpon untuk mengingatkan dan memperhatikan serta keluar untuk jalan-jalan. untuk masalah jalan-jalan inilah, aku dan Lia memang paling sering, karena salah satu kesukaan Lia adalah hunting atau berburu makanan yang enak. Karena itu sejak aku pacaran dengannya, aku jadi lebih sering menjadi pemandu atau juga ikut menjadi pemburu tempat makanan enak yang ada di Malang. Banyak tempat makan baru yang aku tahu dan baru coba masuki, yang selama ini malas aku datangi sendiri. Dari tempat makanan cepat saji (fastfood) sampai warung di pinggir jalan dan di dalam kampung kami cari dan datangi. Jadi hampir satu atau dua hari dalam waktu satu minggu, pasti ada agenda mencari tempat makan yang baru.

Satu hal juga yang aku syukuri sejak pacaran dengan Lia adalah

Friday, October 15, 2004
 
Cinta dan Kesetiaan 7 (Bromo in Love)
Setelah kita jadian sore hari itu, aku juga semakin berani menunjukkan perasaan dan perhatianku layaknya pacar seperti orang yang lainnya. Akhirnya waktu 2 minggu juga tak terasa telah terlewati dan tiba waktu liburan setelah ujian. Selama waktu berlangsung sejak kita jadian, sejujurnya aku tidak pernah merasakan dan memikirkan tentang syarat-syarat aku jadian dengannya.

Sampai suatu malam aku kembali ke tempat kosnya, dan dia tiba-tiba mengajukan usul untuk pergi ke Bromo untuk berlibur. Sejujurny aku ingin pergi, namun kondisi keuanganku yang tak pernah jelas, memaksaku untuk menolaknya. Meski Lia sudah berusaha membujuk dan merayuku berkali-kali bahkan sampai ngambek kepadaku, aku tetap bersikukuh untuk tidak berangkat.

Akhirnya akupun luluh saat dia menangis sambil berkata "Aku ke Bromo hanya ingin berlibur bersama kamu mas. Tapi kalau aku ke Bromo dan kamu gak ikut, lalu ngapain juga aku berangkat?" tegasnya. akupun terharu mendengar apa yang dikatakannya, dan akupun pura-pura tetap gak mau berangkat meski aku sudah berubah pikiran.

Lalu aku bilang padanya, "apa yang akan bisa kamu lakukan biar aku mau berangkat?" tanyaku. Kemudian dia bilang "Cium ya..." polos dia berkata tanpa malu.
"Boleh... tapi harus seratus kali, mau...???" tanyaku
"Haaaa seratus, bisa jontor bibirku" tanyanya.
"Ya terserah mau apa tidak?" tanyaku.
Akhirnya dia mau juga mencium kedua pipiku sebanyak seratus kali, limapuluh pipi kiri dan lima puluh pipi kanan.

Setelah kesepakatan terjadi, akhirnya aku pulang dengan diakhiri dia cium tanganku (seperti yang kuajarkan), untuk mempersiapkan keberangkatan kami besok pagi

Besok paginya akhirnya kami berlima (aku dan Lia, Maya dan Habib ditambah seorang lagi Liong) berangkat sekitar jam 9 pagi. Dengan menggunakan kendaraan angkutan umum (mikrolet) menuju terminal Arjosari, kami naik bis ke arah Probolinggo yang kemudian diteruskan dengan naik Colt Bison. Sekitar jam setengah tiga kami sampai di Gunung Bromo (disapa hawanya yang dingin) dan langsung menyewa 2 kamar di penginapan sederhana. Aku sekamar dengan Lia, Maya dengan Habib, sementara Liong berpindah-pindah tidurnya. Kami sengaja memilih kamar yang double bed, sehingga bisa dibagi-bagi tempat tidurnya.

Sebelum kami naik ke gunung Bromo, kami berlima istirahat untuk mengumpulkan tenaga setelah sebelumnya ngobrol-ngobrol dan bercanda berlima. Sekitar jam 8 kami sudah diam di kamarnya masing-masing, setelah sebelumnya makan malam dan belanja keperluan seadanya. Kali ini Liong tidur di kamarnya Maya, jadi aku hanya berdua dengan Lia di kamar itu. Sejak merebahkan tubuhku, aku memang belum bisa tidur sampai waktu menunjukkan jam 10 malam. Hawa dingin membuat kami diam dalam selimut masing-masing dan tanpa bicara. Sampai suatu saat Lia memanggilku.

"Mas dingin ya di sini" "iya" kataku pelan.
"Mending kasurnya digabung aja mas biar lebar" pintanya.

Tanpa diminta dua kali, aku sudah bangun dan menggeser tempat tidurku ke arah tempat tidurnya. Setelah sudah menjadi satu Lia kembali berkata "Mas selimutnya didobel aja biar gak dingin, dan kamu bobo' sama aku ya" pintanya lagi.

Aku hanya menganggukkan kepala dan segera beringsut masuk ke dalam selimut yang sudah dobel itu. Memang hawanya langsung tidak terasa seberapa dingin lagi. Akupun memeluk Lia dari belakang, sambil mencium lembut tengkuknya. Lama kami diam dan berusaha tidur, sampai Lia tiba-tiba memecahkan keheningan dengan katanya.

"Mas masih ingat gak syarat-syarat kita jadian dulu?" tanyanya.
"Ya" jawabku singkat.
"Aku heran ya mas..." katanya pelan.
"Kenapa?" tanyaku.
"sebelum kita jadian, sumpah aku hanya sayang ke kamu sebagai teman. Tapi ternyata belum satu bulan sejak kita jadian, bahkan baru dua minggu ya. Aku kok sudah merasa sayang banget ke kamu sebagai pacar" katanya sambil memeluk lenganku yang ada di perutnya.
"Sudahlah gak usah dipikirkan, berarti aku sudah bisa embuat kamu sayang ke aku sebagai pacar kan. Berarti waktu percobaan itu sudah bisa dibatalkan kan? dan kita resmi pacaran tanpa waktu percobaan" kataku menenangkannya.
"Iya" jawabnya pelan sembari membalikkan badannya ka arahku. Sehingga wajahku berhadapan dengan wajahnya.

Aku kemudian mencium keningnya, dan mempererat pelukanku. Saat aku memandangnya sambil berkata "Resmi pacaran ya berarti" godaku.
Lia rupanya merasa malu, dan dia menelusupkan kepalanya ke arah bahu dan leherku. Aku diam saja, sambil terus memeluk dan mengusap rambutnya. Tak sadar kami tertidur dan dibangunkan Maya sekitar jam 1 pagi. Aku baru sadar kalau kita berdua tertidur dengan posisi saling memeluk, sampai kami dibangunkan itu. Dan terasa tanganku sedikit ngilu, karena semalaman ditindih tubuh Lia.

Akhirnya kami bangun dan segera berjalan menuju Gunung Bromo. Sekitar jam 4 pagi kami sampai di puncak Bromo. Dan jam 7 pagi kami sudah sampai di restoran penginapan untuk makan pagi. Sebelum kami keluar dari hotel untuk pulang, sekitar jam 9 kami tidur kembali di kamar masing-masing. Namun sialnya, Liong bekali-kali mengganggu kami dengan mengetuk-ngetuk kamar kami. Saat dibuka, ternyata dia mengajak ngobrol. Setelah ngobrol sekitar 10 menit, Liong pergi dan kami akan tidur lagi. Namun belum juga bisa tidur, liong kembali datang mengulangi ulahnya, sampai berkali-kali. dan karena kesal, akhirnya kami tetap tidur dan mengacuhkan ketukan Liong di pintu.

Akhirnya jam 12 siang kami keluar dari hotel dan segera pulang. Namun dalam perjalanan kami pulang, aku sempat berjanji dalam dan kepada diriku sendiri, bahwa suatu saat aku akan kembali ke Bromo, entah bersama Lia atau yang lainnya, ataupun kalau memang harus sendiri. Janji itu lahir karena di Bromo itulah, Lia mengutarakan perasaan sayangnya padaku, dan sebagai hari wisudaku karena telah lulus dalam ujian melahirkan rasa sayangnya padaku sebagai pacar.

Bromo... disana cinta tertambat, disana pula cinta tercampak... aku akan kembali kelak...

 
Cinta dan Kesetiaan 6 (Jadian)

Sore itu selepas aku menjemputnya dia kuliah, aku dan dia serta gank centilnya mendatangi sebuah lembaga penerbitan majalah di kampusku, yang memang menjadi base camp anak-anak angkatan baru nongkrong. Sore itu kebetulan sepi anak-anak yang nongkrong, dan setelah basa-basi dan bercanda dengan gank centilnya, aku dan dia memilih tempat duduk yang sedikit terpisah dengan yang lainnya. Dan aku akhirnya membuka pembicaraan dengan tampang seriusku, yang jarang muncul saat bersamanya.

Saat itu akhirnya aku putuskan untuk nembak dia jadi pacarku dan kutekankan padanya bahwa itu adalah sikapku yang terakhir kalinya. Dan setelah dia diam untuk beberapa saat, dia kembali menjawab dengan kalimat yang sama. Dan setelah penolakkannya, aku mengatakan bahwa sebagai laki-laki aku mempunyai harga diri dan aku sendiri memang tidak bisa melihat dia jalan dengan orang lain sementara perasaanku tetap mengharapkannya. Oleh karena dia menolakku, maka aku juga tidak mau lagi menjadi temannya daripada aku merasa sakit hati, melihat dia jalan dengan orang lain.

Setelah mendengarkan kata-kataku, Lia terdiam dan menunduk cukup lama. Aku terkejut saat mengetahui bahwa dia menangis setelah dengar ucapanku. Dia kemudian berkata "Mas, aku sayang banget sama kamu sebagai teman, dan aku sangat membutuhkan kamu sebagai teman. Karena itu jangan pergi dan jangan tidak lagi menjadi temanku, please" ucapnya di sela tangisnya. Aku sebenarnya tidak tega dan hendak pergi saja saat itu, namun akhirnya aku putuskan untuk memeluknya dan mencium keningnya. itulah pertama kali aku menciumnya meski dengan status sebagai "Teman".

Namun setelah itu aku tetap memutuskan bahwa aku akan tetap dengan pendirianku, karena aku gak mau meras sakit hati saja melihatnya jalan dengan orang lain. Setelah kata-kataku itu, kita terdiam cukup lama. Saat dia sudah selesai dengan tangisnya, aku kemudian mengajaknya untuk pulang dan dia menurut. Sepanjang perjalananku ke tempat kos-nya, kita hanya aling diam dan bermain dengan perasaan kita masing-masing. Setelah sampai di tempat kos-nya dia, tidak seperti kebiasaanku sebelumnya, aku langsung pamit dan mengucapkan kata-kata permintaan agar dia hati-hati karena aku tidak lagi bisa bersamanya sewaktu-waktu seperti dulu. Meski dia menunduk dan hanya mengangguk saja, aku tahu dia menangis (lagi).

Setelah hari itu, 3 hari aku tidak masuk kuliah dan memilih untuk berdiam diri di rumahku. Sampai saat aku kuliah lagi aku bertemu dengan gank centil itu lagi. Saat bertemu dan ngobrol dengan mereka, aku dan Lia hanya lebih banyak diam, sampai semua anggota gank-ku dan gank Lia merasa heran dengan kami. Setelah ngobrol, akhirnya gank centil itu mau pulang yang otomatis akan diantarkan oleh para teman-temanku. Dan sekali lagi aku menghindar untuk mengantarkan Lia dengan alasan aku ada acara lain hingga harus pulang duluan. Saat aku hendak pergi, Lia mendatangi aku dan mengatakan bahwa besok dia mau bicara padaku empat mata saja, dan akupun menyanggupinya.

Sore itu perjalananku ke tempat perjanjian terasa sangat berat, akrena aku tahu kalimat apa yang akan kudengar dan aku harus siap dengan segala resikonya. Saat aku sampai, ternyata Lia tidak sendirian, dia bersama beberapa anggota gank centilnya. Aku awalnya tidak setuju, karena perjanjiannya empat mata, tapi kenapa sekarang jadi banyak mata?. Akhirny aku terima semua kondisi itu, setelah Lia bilang dia mau ada saksi. Setelah Lia jelaskan bagaimana perasaan sayangnya kepadaku sebagai teman dan bagaimana dia membutuhkanku sebagai teman dan apa resiko penolakkannya kepadaku, akhirnya dia memutuskan sesuatu. Apa itu...???

"Ok mas, aku akan terima kamu sebagai pacarku tetapi ada syarat-syaratnya" ucapkan bergetar sambil menatap mataku.
"Apapun syarat itu, aku akan coba menjalaninya" tegasku singkat.
"Syarat itu adalah adanya waktu percobaan selama tiga bulan. Bagaimana?" tanyanya padaku.
"Maksudnya?"jawabku keheranan.
"Kalau dalam waktu percobaan itu aku bisa Sayang ke kamu sebagai pacar, maka kita akan tetap jalan sebagai pacar. Namun... kalau aku tetap tidak bisa merasa sayang ke kamu sebagai pacara selama waktu tiga bulan itu, maka kita harus putus dan Kamu Harus Tetap Mau Menjadi Temanku. Bagimana...???" jelasnya.

Sekitar lima menit aku terdiam memikirkan semuanya. Resiko, Kebahagian dan yang lainnya. Akhirnya aku menyetujui syarat itu. Dan dengan sorai-sorai anggota gank centil yang lain, aku dan Lia berjabat tangan tanda kesepakatan dan ciuman dikeningnya sebagai tanda sayangku padanya.

Gila.... terkadang pikirku, pacaran aja ada waktu percobaannya. Seperti mau melamar pekerjaan saja

 
Cinta dan Kesetiaan 5 (PDKT)

Setelah waktu diklat teater itu, akhirnya kebersamaan Mantan Divisi Keamanan dan Gank Centil itu tercipta dan terjadi setiap hari di kampus dan di luar kampus. Proses saling menunggu waktu selesai kuliah, bercanda serta ngobrol di kantin dan mengantarkan pulang akhirnya menjadi rutinitas yang terjadi setiap harinya.

Akhirnya akupun juga semakin dekat dengan Lia. Pengorbanan harus dilakukan Bung, itu yang kuterapkan di otakku saat itu. Menunggu Lia selesai kuliah, makan bareng sampai hunting makanan enak di Malang sampai ngobrol di tempat kosnyapun makin rutin terjadi.

Awal kedekatanku sampai bisa ngantar dan ngobrol di kosnya cukup panjang, dimana tiga hari setelah diklat selesai aku memang sengaja tidak bergabung dengan gank-ku dan gank centil itu. Aku selalu menghindari untuk keluar bersama. Dan ternyata dugaanku benar, Lia selalu menanyakan keberadaanku, yang dijawab "sedang ada masalah kelihatannya" kata temanku.

Akhirnya menginjak hari keempat, sore hari aku telpon ke tempatnya Lia dan berbicara dengannya. Setelah ngobrol basa-basi, akhirnya pembicaraan harus kuakhiri dengan pertanyaan dan perhatian tentang apa dia sudah makan dan sholat...??? Dan dia jawab, males makan kalau tidak ada temannya. Akhirnya kita janjian untuk makan bareng besok selepas kuliah, dan dilanjutkan ngobrol di tempat kos dia (bahkan terkadang sampai malam, karena dia melarang aku pulang, sebelum menemani dia makan malam). Akhirnya rutinitas saling mengingatkan, saling memberi perhatian, dan bertandang ke tempat kosnya menjadi kebiasaan yang tak bisa dielakkan.

tak terasa rutinitas itu sudah berjalan 1 semester (6 bulan), dan rintanganku ternyata cukup berat. Bagaimana tidak...??? Aku yang hanya seorang pengangguran yang berasal dari keluarga tidak punya harus bersaing dengan lima orang yang suka dengan Lia. Memang kuakui Lia orangnya supel dan hangat sehingga orang suka bergaul dengannya.

Lima orang itu antara lain seorang kakak tingkatku yang borju dengan kendaraan Feroza hijaunya, satu kakak seniorku yang dulu teman satu angkatan denganku di SMA. Dua orang teman atu angkatanku dan satu orang anak kuliah di Perguruan Tinggi lain.

Seharusnya aku merasa minder dengan kondisiku, bayangkan yang suka dia paling jelek bawa sepeda motor, sedangkan aku hanya jalan kaki dan naik angkutan umum tiap hari. Namun ternyata seorang Agus tidaklah selembek dugaan orang. Kata minder tidak ada dalam hidupku (saat itu). Dengan berpegang pada peribahasa inginkan sesuatu harus berjuang dan berkorban, aku maju terus tanpa peduli apapun. Bahkan sampai suatu saat Om Lia itu dikenalkan padaku dan menyerahkan penjagaan Lia kepadaku.

Setelah melewati persaingan dan berbagai macam prosesnya, akhirnya lima orang sainganku mundur teratur karena kalah telaten denganku. Setelah aku rasa kedekatanku sudah cukup, dan kupikir sudah saatnya aku putuskan untuk nembak dia jadi pacarku. namun saat aku katakan semua isi hatiku, saat itu pula dia menolakku karena dia saat ini belum ingin pacaran, dan ingin lebih fokus ke kuliahnya. Sakit banget saat itu, saat dia katakan dia Sayang kepadaku sebagai teman dan kakak, serta bukan yang lainnya. Setelah kejadian itu aku berusaha tetap seperti biasa meski terasa sedikit jenggah saat bersamanya. Sampai kira-kira 6 bulan kemudian aku nembak dia lagi untuk yang kedua kalinya, dengan hasil yang gak jauh beda. Meski hatiku terasa sakit saat dia menolakku untuk yang kedua kalinya, namun rasa sakit itu tidak terlalu seperti yang pertama kalinya dia menolakku.

Lucu banget saat aku mengingat kejadian aku nembak dia itu, entah sudah lebih dari sepuluh kali aku nembak dia namun dengan ritme waktu yang teratur. Setelah aku nembak yang pertama kalinya, enam bulan kemudian aku nembak lagi dan masih ditolak, aku nembak dia lagi tiga bulan setelah itu dan dengan hasil yang sama. Setelah itu, aku nembak dia lagi 2 bulan kemudian dan ditolak lagi, setelah itu aku nembak dia 1 bulannya dan hasilnya sama. Setelah hari itu, aku kembali nembak dia 2 minggu kemudian, dan nembak dia lagi 1 minggu setelahnya. Setelah hari itu, hampir tiap dua hari sekali aku nembak dia, sampai-sampai dia kesel dan bilang "Dibilangin gak mau ya gak mau" tegas Lia. Yang lucu adalah perasaan sakitku yang semakin hilang saat proses dia nolak aku dari waktu ke waktu. Bahkan aku jawab "Ya sudah kalau gak mau ya gak papa, tapi gak usah marah gitu lah" candaku menjawab jawabannya.

Meski demikian, ternyata rasa sakit hati akan datang juga suatu hari. Kapan itu...??? waktu itu disuatu sore di daerah kampus di depan sebuah gedung Lembaga Penerbitan Majalah kampusku.

 
Cinta dan Kesetiaan 4 (Kedekatan 2)
Bangun dengan suasana yang baru, berselimutkan selimut wangi dan hangat saat udara dingin menusuk tulang, sungguh sangat menyenangakan. Apalagi badan yang kedinginan terselimuti oleh dara yang terharapkan, sungguh luar biasa rasanya.

Kembali sadar dari mimpi dengan seluruh badan yang terasa penat sungguh menjengkelkan, namun kegembiraan muncul meraja saat wangi selimut itu masih tetap terhirup dan hangatnya masih terasa menutupi badan. Ambil rokok, merampas segelas kopi dari teman adalah langkah kedua setelah bangun. Dan melipat selimut adalah langkah ketigaku dalam kebangkitanku pagi itu.

"Trims ya sudah mau pinjami selimutnya" ucapku saat mengembalikan selimut itu ke Lia.
"Ah gak papa, kasian aja ngeliat mas dari semalem berjaga terus nyanyi-nyanyi kayak gitu, kayaknya sedih banget ya..?" tanyanya.
"Gak papa, aku cuma lagi kangen aja" tegasku agar tak memperpanjang cerita sedihku.

Lalu kitapun mulai bercanda sedikit dan aku harus pergi karena divisi keamanan harus menyusuri sungai, yang rencananya juga akan disusuri calon anggota baru sebagai latihan mental mereka.

Dengan kedinginan karena celana dan baju basah kuyub, kami bertujuh kembali ke base camp dengan menggigil. Moment kami kembali ke base camp tepat karena kami mujur saat kopi sudah tersiapkan dan kami tinggal meminumnya.

Saat kami duduk-duduk sambil berjemur, tiba-tiba gank centil lewat dan kelihatannya baru saja kembali dari mandi. Aku yang memang benar-benar merasa kurang tidur dan sedikit gak enak badan, masih saja terus menggigil meski sinar matahari masih bersinar terik ke tubuhku. Saat gank Centil duduk bersama kami, Lia langsung duduk disebelahku dan bertanya kenapa basah kuyub dan menggigil. Setelah tahu jawabanku, tidak tahu kenapa Lia langsung lari ke tendanya dan kembali dengan handuk dan sebuah kaos bergambarkan Mickey Mouse.

Dengan santai dia menutupi tubuhku dengan handuk dan melemparkan kaos berwarna putih itu ke arahku.
"Mas handukan dulu terus ganti bajunya sama kaos itu biar gak masuk angin"suruhnya.
Awalnya aku gak mau kerana seumur-umur aku belum pernah dipinjami baju oleh seorang cewek. Namun melihat dia melotot dan ngotot, akhirnya aku menyerah. Setelah aku kembali duduk dan mengenakan kaos Mickey itu, Lia merebut handuk dan langsung mengelap rambut basahku dengannya. Seperti kerbau dicocok hidungnya, aku menurut tanpa daya. Meski merasa senang karena diperhatikan oleh dia, namun ada juga rasa malu dan jenggah dihatiku, karena diladeni seperti itu yang belum pernah kurasakan seumur hidupku (selain oleh ibuku).

Akhirnya kebekuan antara kami juga mulai sirna, bahkan bukan antara aku dan Lia saja tetapi seluruh Divisi Keamanan dan Calon Anggota Baru juga sirna.

Bahkan saat kami sudah kembali ke kampus, satu persatu anggota Divisi Keamanan malah mengantarkan satu-persatu anggota Gank Centil itu, dan tentu saja aku juga hehehe.

Saat perjalanan ke kos-nya di jalan Kerto Rahardjo (saat itu), akhirnya aku dan Lia lebih banyak tanya jawab masalah hal-hal yang menyangkut pribadi kami masing-masing.

Karena aku tahu dia capek, akhirnya aku cuma duduk sebentar di teras kos-nya dan segera pulang, terus tidur. Dan mungkin saja kali ini aku bisa tidur dengan senyum tersungging dibibirku. Dengan harapan, besok aku akan menemui kamu lagi Lia.

Thursday, October 14, 2004
 
Cinta dan Kesetiaan 3 (Puisi Cinta)
Akhirnya malampun tiba setelah lelah berjalan berwisata ke air terjun (coban) di Kota Batu yang dingin. Kali ini materi diklat cukup padat, dan acara akhir hari kedua itupun berbentuk tugas untuk membuat puisi yang harus dikumpulkan agar calon anggota baru bisa segera tidur.

Aku dan 6 orang divisi keamanan masih saja terus bercanda dan menikmati api unggun di luar kelompok belajar itu. Namun tak lama kemudian gank centil itu mulai mendekati kami dan langsung merubung temanku yang bernama Hengki untuk minta dibuatkan puisi. Maklum, temanku yang asli Madiun itu memang orangnya sudah terkenal puitis, meski sama denganku namun tulisan-tulisanku kebanyakan hanya kunikmati sendiri atau diketahui kalangan yang terbatas. Sehingga Imageku sebagai salah satu Singa Kampus tidak ada embel-embel seorang pujangga (yang gak jelas).

Karena merasa order terlalu banyak dan sudah capek untuk melayani permintaan gank centil itu, Hengki ambil inisiatif untuk menyarankan beberapa anggota gank centil itu untuk meminta bantuan orang lain. Dan lagi-lagi Hengki yang tahu dan kenal aku, mengusulkan aku untuk membantu membuatkan puisi. Seperti biasa, aku tidak mau membantu mereka dengan alasan tidak bisa membuat puisi. Namun karena Hengki terus meyakinkan gank centil itu aku bisa dan mampu buat puisi, akhirnya gank centil itu terus memaksaku.

Akhirnya setelah tak punya alasan lagi, aku bersedia untuk membantu membuatkan 2 puisi untuk genk centil itu. Satu puisi untuk seseorang yang dipanggil Liong, dan satu orang lagi (gak tau kebetulan atau gak) itu adalah Lia. Saat membuatkan puisi Liong, aku membuatnya sekenanya saja, aalkan keliatan seperti puisi, sementara untuk Lia aku benar-benar berusaha menunjukkan perasaanku padanya meski secara halus sangat tersamar.

Cemara-Cemara

Cemara malam cemara sayang
Mengapa kini kau masih tetap bergoyang
Adakah hatimu gundah menatapku
Mencoba menggapaimu dengan segala dayaku

Tak percayakah kau padaku
Bahwa aku juga mampu
Tuk bahagiakan dirimu
Meski kau tidak datang paling dahulu

Cemaraku beku cemaraku malang
Bukalah hatimu untukku
Karena hati ini begitu merindu
Untuk sebuah lembut sapa nan riang

Terlalu lama hidupku kelam
Terlalu keras hidupku tertempa
Sejujurnya aku sudah merasa terajam
Karena selalu ingin bersua dan tak bisa

Cemaraku hitam cemaraku hilang
Kalau seandainya aku kan pergi
Adakah kau takkan sepi
Karena tak ada lagi yang membuatmu goyang

(Note : Special for Lia)


Dia ucapkan terima kasih dan memuji betapa puisiku begitu bagus tetapi sulit dimengertinya. Aku katakan saja itu puisi asal-asalan. lia kemudian membnatah dan menyatakan kalau dia merasa ada sesuatu maksud yang tersirat dalam puisiku yang dia idak tahu untuk siapa, tentang apa dan bagaimana mengetahuinya.

Karena terus dipaksa untuk bercerita apa maksud dari puisiku itu, Akhirnya aku malah bercerita kepadanya di depan api unggun berdua (sementara yang lain sibuk buat puisi), aku bercerita tentang bagaimana perasaan terluka harus menerima semua kondisi hidupku (keluarga, cinta dan sebagainya) dan tentang hidupku yang keras yang harus kujalani setiap harinya. Tak kusangka saat aku bercerita itulah, pandangannya tak pernah lepas dari wajahku sampai kadang aku merasa jengah dan minder. Namun aku sadar dia mulai tertarik untuk mengetahui dan lebih kenal dengan aku. Karena itulah aku harus kuat dan membuatnya benar-benar kenal dengan aku.

Saat aku sduah selesai cerita semuanya, dia hanya berkata bahwa pasti akan ada sesuatu yang lebih baik untuk aku daripada yang telah pergi saat ini. Kemudian dengan pamit berupa senyuman dia pergi untuk masuk tenda dan tidur. Dan tinggal aku dengan semua perasaan yang sudah kuaduk-aduk hingga tak tahu apalagi yang terasa saat itu. Aku putuskan ambil gitar dan bernyanyi meski temanku yang lain memilih diam dan melamun tentang gank centil itu.

Sampai 1 jam sudah tak terasa aku sudah bermain gitar dan bernyanyi lagu-lagu yang punya keterikatan emosi denganku. Higga tak sadarpun aku tertidur di depan api unggun hingga besok paginya aku bangun, dengan kondisi sudah terselimuti selimut hangat dan wangi, yang kutahu milik seorang dara bernama Meilia Zatu Rachmawati.

 
Cinta dan Kesetiaan 2 (Kedekatan 1)
Esok harinya setelah kami bangunkan mereka untuk sholat shubuh, maka kamipun segera menunaikan salah satu kebutuhan primer kami, yakni tidur. Karena memang perkiraannya semula anggota yang akan ikut diklat cuma sedikit, makanya panitia menyewa tenda hanya secukupnya. Namun saat hari keberangkatan, ternyata peserta yang ikut membludak jumlahnya. Terpaksa jatah tenda untuk kami digunakan untuk para calon anggota baru teater tersebut. Karena itu pula, saat kami bertujuh hendak tidur, kami kebingungan mencari tempat. Semula kami cuek tidur di luar, namun tidak sampai 10 menit ternyata kami semua tidak bisa tidur karena suhu yang cukup dingin. Akhirnya kami minta ijin untuk menggunakan tenda para calon anggota baru yang cewek untuk kami gunakan. Satu-satunya alasan memilih tenda cewek adalah tenda mereka yang paling bersih dan rapi.
Divisi keamanan akhirnya dipecah menjadi dua kelompok, satu tim yang beranggotakan 4 orang tidur di tenda cewek kelompok pertama, sedangkan tim kedua yang beranggotakan aku dan 2 orang temanku menempati tenda cewek yang lainnya. Dan kebetulan yang luar biasa, setelah diundi kelompokku mendapat jatah tidur di tenda milik Lia. Setelah ijin dengan yang punya tenda dan berpesan kepada pemilik tenda agar tidak usah sungkan-sungkan untuk membangunkan kami kalau ada keperluan di dalam tenda, misalkan ganti baju hihihihi.

Dan benar rupanya, baru rebah kurang dari 5 menit, 7 anggota divisi keamanan di 2 tenda yang berdempetan sudah tidak mengeluarkan suara semua kecuali dengkuran halus dan suara mengorok si Babi Dansa (panggilan untuk temanku : Enoz hehehehe). Meski baru tidur 2,5 jam dan kami belum puas tidur, kami harus dibangunkan para pemilik tenda yang hendak istirahat (& ganti baju hehehehe) karena acara materi 1 sudah selesai.

Dengan mengomel tanpa daya untuk berbuat apapun, kami bertujuh keluar tenda dan tidur diatas terpal diluar tenda yang penuh dengan sinar matahari (alias berjemur). Sungguh lucu posisi kami tidur (cerita yang melihat). Kami bertujuh saling berebut selimut, dan tidur berhimpitan untuk saling menghangatkan. Namun sial tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Baru satu jam tidur, kali ini panitia yang membangunkan kami karena harus mengantarkan para calon anggota baru untuk pergi ke tempat wisata air terjun, yang lokasi jalannya cukup curam dan terjal.

MEmang harus diakui, bahwa air terjun kali ini memang indah namun jalan yang harus ditempuh juga cukup berbahaya. Aku dan 2 orang temanku kebagian menjaga bagian belakang barisan peserta diklat, dan posisinya memang 1 orang divisi keamanan berada diantara dua sampai tiga peserta diklat. Dan aku juga gak tahu disengaja atau tidak, Lia dan 2 orangnya berada diposisi paling belakang yang otomatis berada didalam pengawasanku. Sementara 3 orang kelompok Lia yang lain, juga berada di tengah-tengah dalam penjagaan temanku. dan anehnya, yang diawasi teman-temanku, pasti ada salah satu yang sedang diincar oleh temanku.

Saat melintas di jalan yang curam, selalu saja panggilan dan permintaan tolong terucap dari tiga orang cewek centil di belakangku ini. Namun dari semua permintaan tolong dan bantuan yang kuberikan, jujur aku paling suka kalau Lia yang minta tolong dan aku bantu untuk aku pegang tangannya saat hendak lewat kesebuah tempat yang curam. maklumlah, dia khan yang aku kejar, otomatis yang lain hampir tidak ada "trenyeng-trenyengnya" hehehehe...

Bahkan saat sudah sampai di air terjun dan kami semua menceburkan diri. Dan setelahnya kami duduk-duduk diatas batu karena kedinginan. Lia lebih banyak memilih duduk di sebelahku untuk ngobrol dan bercanda daripada bersama-teman-temannya yang lain. Satu pemandangan yang sedikit aneh bagiku, semua temanku dan aku sendiri ternyata saat itu tengah ngobrol atau bercanda secara berpasang-pasangan..

Setelah puas, seluruh peserta kembali ke tenda dengan perjalanan dan cara yang sama seperti berangkatnta. Akhirnya keakraban antara Divisi Keamanan dan Gank Centil semakin besar dan mulai tidak ada lagi canggung antara kita.

Diklat masih ada 1 hari lagi, apalagi yang akan terjadi rasanya akan lebih menarik.

Saturday, October 09, 2004
 
Cinta dan Kesetiaan 1 (Awal Perkenalan)
Sekitar 2,5 tahun yang lalu, aku masih pacaran dengan seorang cewek. Asal lahir Sulawesi atau Makasar orang sekarang menyebutnya.

Awal perkenalanku dengannya ketika aku menjadi panitia OPSPEK Universitas Negeri di Kota Malang. Meilia atau Lia nama cewek hitam manis berambut panjang itu, dengan tinggi lebih kurang 168 cm, tak membuatku keder untuk mendekatinya meski dengan bodi yang lebih pendek darinya.

Meski postur tubuhku kecil dengan tinggi hanya 165 cm dan baru 1 tahun kuliah, namun para seniorku mulai dari angkatan tertua sampai yang baru masukpun rasanya (gak G.R lho) semua kenal dan tahu walaupun cuma sekedar tahu siapa aku dan kelompokku.
Kelompokku di kampus cukup dikenal karena urakan, slenge'an, unik, pekerja keras, pemikir, kreatif, humoris, tukang berantem tetapi kompak selalu dan solider sama teman.

Akhirnya kesempatanpun tiba saat diadakan diklat teater Fakultasku, di sebuah tempat wisata air terjun di Kota Batu. Aku dan kelompokku kembali diminta tolong untuk menjadi panitia bagian keamanan. Dan kebetulan Lia dan kelompoknya yang terdiri dari 6 cewek itu (yang terkenal paling manis dan imut diangkatan kuliahnya) menjadi anggota baru Diklat Teater.

Saat berlangsungnya acara, aku dan kelompokku memang hanya membantu-bantu sedikit agar sukses acara pemberian materinya. Namun kami selalu berada disekitar kelompok anggota baru, untuk menjaga keamanan (sekalian liat-liat cewek manis calon anggota baru teater hehehe). Saat hari pertama acara selesai dan akan diakhiri berdoa lalu tidur, para panitia dan calon anggota baru diklat itu selalu berkumpul untuk melakukan evaluasi diklat. Dan hari pertama itulah, kami dikenalkan pada seluruh calon anggota baru (meski sebenarnya tidak perlu karena kami sudah dikenalkan saat OPSPEK berlangsung... Lumayan tampil lagi hehehe). Dan panitia keamanan diklat itu memang diambil dari kelompok Penghukum saat OPSPEK, yang juga dikenal sebagai panitia pilihan karena tidak sembarang orang bisa memenuhi klasifikasi atau syarat untuk menjadi Panitia Keamanan apapun acara di fakultasku.

Kejadian lucu terjadi saat seluruh panitia dikenalkan (termasuk kami), hampir semua panitia dibuat salah tingkah di depan calon anggota baru oleh moderator acara. Ada saja cara moderator itu membuat panitia menjadi salah tingkah, mulai dari yang namanya status atau sejarah nama panggilan panitia yang maju bahkan sampai kejadian lucu atau konyol yang memalukan bagi panitia itu, sehingga semua calon anggota baru tertawa dengan tujuan suasana lebih rileks dan akrab. Dasar kelompok kami memang dikenal tukang guyon tapi tidak suka dipermainkan di depan orang, jadi saat dipanggil satu-persatu, 7 orang dari kelompok kami itu satupun tidak ada yang tersenyum dan lucunya tidak ada satupun calon anggota baru yang berani tertawa meski moderator membuat lawakan tentang kami satu-persatu. Bahkan moderator (yang juga kakak seniorku) sempat terdiam juga saat membuat lawakan tentang aku, dan aku meliriknya tajam melalui celah poni rambutku yang panjang sebahu (maklum saat masuk opspek-pun aku nekat tidak mau potong rambut. Kebetulan kenal sama Senior yang ditakuti akhirnya gondrongpun aku tidak dihukum).

Saat acara Evaluasi sudah selesai, Calon Anggota Baru dan Panitia Acara segera beranjak ke tenda masing-masing. Sehngga otomatis sesuai dengan nama kelompok, kami harus berjaga semalaman untuk menjaga keamanan semuanya. Karena udara sangat dingin di Kota Batu, hampir semua orang memakai jaket atau sweater tebal. Karena tidak ada permainan, akhirnya aku dan kelompokku hanya bermain gitar sambil bernyanyi-nyanyi di depan api. Tak lama 2 orang temanku yang pergi ke warung sudah kembali sambil membawa 2 botol minuman beralkohol rendah, sekedar untuk menghangatkan tubuh.

Sudah satu jam kami bercanda dan bernyanyi, tiba-tiba ada teriakan dari salah satu tenda peserta diklat yang membuat kami yang tengah bersenang-senang langsung blingsatan berusaha mencari sumber teriakan. Karena suasana gelap dan tidak tahu darimana asal suara teriakan, akhirnya kami bertujuh memutuskan untuk memeriksa setiap tenda secara bersama-sama. Senter dan senjata tajam sudah digenggaman. Layaknya tentara siap perang, kami bertujuh berjalan dalam sebuah lingkaran.
setelah memeriksa semua tenda tanpa membangunkan penghuninya, akhirnya kami temukan asal teriakan adalah dari Tenda Lia dan ganknya, dimana yang verteriak adalah teman Lia yang dikuyur air karena berulang tahun. Setelah tahu penyebab teriakan itu, akhirnya dengan mengomel kami meninggalkan mereka yang langsung terdiam dari cekikikan setelah tahu kami datang dan marah.

Karena merasa takut dengan kami, sekitar 5 menit kemudian. Kelompokku yang masih terus menyanyi didatangi kelompoknya Lia yang membawa snack dan kue serta minuman, sebagai tanda minta maaf. Setelah kami terima pemberian mereka dan berjanji tidak marah, kelompok cewek itu segera beringsut masuk tenda lagi. 30 menit berlalu kami masih tertawa dan bernyanyi, tiba-tiba Lia dan temannya keluar dengan alasan tidak bisa tidur karena banyak nyamuk. Akhirnya karena merasa kasihan, kami berikan mereka waktu 15 menit untuk di luar. Namun rupanya kelonggaran kami dipergunakan oleh anggota gank mereka yang lain, yang satu persatu keluar juga. Terpaksa kami mengalah dan membiarkan mereka di luar selama 15 menit, sambil bernyanyi dan menghabiskan ubi bakar kami.

Selama bernyanyi-nyanyi, Lia dan ganknya yang paling kenceng nyanyi dan cekikikannya saling tertawa dan berbisik satu dengan yang lainnya. Biasanya kami tidak suka kalau ada orang yang melakukan hal itu, namun karena pengaruh minuman alkohol kami tidak terlalu memperdulikan hal itu. Antara Panitia Keamanan dan Gank centil itu, saling mencuri pandang. Awalnya aku yang pegang gitar selalu dicubit dan didorong pelan saat mereka minta lagu, namun aku sempat menangkap Lia melirik padaku. Dan aku juga tak mau melepaskan kesempatan itu untuk mencuri pandang juga padanya. Seringkali Lia tersipu malu lalu berbisik kepada temannya, saat tatap mata kami beradu. Akhirnya 15 menit berlalu dengan cepat, meski berat hati, kami harus menyuruh mereka masuk tenda dan tidur agar besok bisa ikut acara dengan penuh.

Akhirnya awal kedekatan kelompokku dan gank centil itu terjalin malam itu. Dan besok harinya ternyata lebih seru lagi kejutan-kejutan atau kejadian-kejadian yang terjadi selama 3 hari diklat itu.



Powered by Blogger