Cerita Cinta
Friday, October 15, 2004
 
Cinta dan Kesetiaan 5 (PDKT)

Setelah waktu diklat teater itu, akhirnya kebersamaan Mantan Divisi Keamanan dan Gank Centil itu tercipta dan terjadi setiap hari di kampus dan di luar kampus. Proses saling menunggu waktu selesai kuliah, bercanda serta ngobrol di kantin dan mengantarkan pulang akhirnya menjadi rutinitas yang terjadi setiap harinya.

Akhirnya akupun juga semakin dekat dengan Lia. Pengorbanan harus dilakukan Bung, itu yang kuterapkan di otakku saat itu. Menunggu Lia selesai kuliah, makan bareng sampai hunting makanan enak di Malang sampai ngobrol di tempat kosnyapun makin rutin terjadi.

Awal kedekatanku sampai bisa ngantar dan ngobrol di kosnya cukup panjang, dimana tiga hari setelah diklat selesai aku memang sengaja tidak bergabung dengan gank-ku dan gank centil itu. Aku selalu menghindari untuk keluar bersama. Dan ternyata dugaanku benar, Lia selalu menanyakan keberadaanku, yang dijawab "sedang ada masalah kelihatannya" kata temanku.

Akhirnya menginjak hari keempat, sore hari aku telpon ke tempatnya Lia dan berbicara dengannya. Setelah ngobrol basa-basi, akhirnya pembicaraan harus kuakhiri dengan pertanyaan dan perhatian tentang apa dia sudah makan dan sholat...??? Dan dia jawab, males makan kalau tidak ada temannya. Akhirnya kita janjian untuk makan bareng besok selepas kuliah, dan dilanjutkan ngobrol di tempat kos dia (bahkan terkadang sampai malam, karena dia melarang aku pulang, sebelum menemani dia makan malam). Akhirnya rutinitas saling mengingatkan, saling memberi perhatian, dan bertandang ke tempat kosnya menjadi kebiasaan yang tak bisa dielakkan.

tak terasa rutinitas itu sudah berjalan 1 semester (6 bulan), dan rintanganku ternyata cukup berat. Bagaimana tidak...??? Aku yang hanya seorang pengangguran yang berasal dari keluarga tidak punya harus bersaing dengan lima orang yang suka dengan Lia. Memang kuakui Lia orangnya supel dan hangat sehingga orang suka bergaul dengannya.

Lima orang itu antara lain seorang kakak tingkatku yang borju dengan kendaraan Feroza hijaunya, satu kakak seniorku yang dulu teman satu angkatan denganku di SMA. Dua orang teman atu angkatanku dan satu orang anak kuliah di Perguruan Tinggi lain.

Seharusnya aku merasa minder dengan kondisiku, bayangkan yang suka dia paling jelek bawa sepeda motor, sedangkan aku hanya jalan kaki dan naik angkutan umum tiap hari. Namun ternyata seorang Agus tidaklah selembek dugaan orang. Kata minder tidak ada dalam hidupku (saat itu). Dengan berpegang pada peribahasa inginkan sesuatu harus berjuang dan berkorban, aku maju terus tanpa peduli apapun. Bahkan sampai suatu saat Om Lia itu dikenalkan padaku dan menyerahkan penjagaan Lia kepadaku.

Setelah melewati persaingan dan berbagai macam prosesnya, akhirnya lima orang sainganku mundur teratur karena kalah telaten denganku. Setelah aku rasa kedekatanku sudah cukup, dan kupikir sudah saatnya aku putuskan untuk nembak dia jadi pacarku. namun saat aku katakan semua isi hatiku, saat itu pula dia menolakku karena dia saat ini belum ingin pacaran, dan ingin lebih fokus ke kuliahnya. Sakit banget saat itu, saat dia katakan dia Sayang kepadaku sebagai teman dan kakak, serta bukan yang lainnya. Setelah kejadian itu aku berusaha tetap seperti biasa meski terasa sedikit jenggah saat bersamanya. Sampai kira-kira 6 bulan kemudian aku nembak dia lagi untuk yang kedua kalinya, dengan hasil yang gak jauh beda. Meski hatiku terasa sakit saat dia menolakku untuk yang kedua kalinya, namun rasa sakit itu tidak terlalu seperti yang pertama kalinya dia menolakku.

Lucu banget saat aku mengingat kejadian aku nembak dia itu, entah sudah lebih dari sepuluh kali aku nembak dia namun dengan ritme waktu yang teratur. Setelah aku nembak yang pertama kalinya, enam bulan kemudian aku nembak lagi dan masih ditolak, aku nembak dia lagi tiga bulan setelah itu dan dengan hasil yang sama. Setelah itu, aku nembak dia lagi 2 bulan kemudian dan ditolak lagi, setelah itu aku nembak dia 1 bulannya dan hasilnya sama. Setelah hari itu, aku kembali nembak dia 2 minggu kemudian, dan nembak dia lagi 1 minggu setelahnya. Setelah hari itu, hampir tiap dua hari sekali aku nembak dia, sampai-sampai dia kesel dan bilang "Dibilangin gak mau ya gak mau" tegas Lia. Yang lucu adalah perasaan sakitku yang semakin hilang saat proses dia nolak aku dari waktu ke waktu. Bahkan aku jawab "Ya sudah kalau gak mau ya gak papa, tapi gak usah marah gitu lah" candaku menjawab jawabannya.

Meski demikian, ternyata rasa sakit hati akan datang juga suatu hari. Kapan itu...??? waktu itu disuatu sore di daerah kampus di depan sebuah gedung Lembaga Penerbitan Majalah kampusku.



<< Home

Powered by Blogger